Sejarah Singkat Perang Paderi, Perjuangan Masyarakat Minangkabau Menentang Belanda - Nutritionisthits

Nutritionisthits Situs Berisi Artikel Umum Terbaik

Home Top Ad

Iklan Adsense Disini Ya

Post Top Ad

Your Ad Spot

6/04/2016

Sejarah Singkat Perang Paderi, Perjuangan Masyarakat Minangkabau Menentang Belanda

Sejarah Singkat Perang Paderi, Perjuangan Masyarakat Minangkabau Menentang Belanda

Perang paderi merupakan sebuah perang antara masyarakat Minangkabau dengan pihak Kerajaan Belanda. Perang paderi awalnya merupakan sengketa intern antara kaum adat Minangkabau dengan Kaum Paderi. Penyebab terjadinya perang antara kaum adat dan kaum paderi ini adalah perbedaan sudut pandang mengenai kehidupan sosial masyarakat Minangkabau. Dimana pihak Kaum Adat yang notabenenya sudah memeluk Agama Islam tetapi masih tetap menerapkan adat istiadat lama yang dianggap bertentangan dengan ajaran Islam oleh kaum Paderi. Disisi lain kaum Paderi menginginkan masyarakat Minangkabau mengadopsi Hukum Islam untuk diterapkan kedalam Adat Minangkabau. Hal ini jelas ditentang oleh Kaum Adat yang menginginkan aspek kebudayaan alam tetap harus lebih dominan daripada Agama. Kaum adat sebenarnya takut adat Minangkabau menjadi luntur akibat pengaruh budaya Arab, sedangkan kaum Paderi sendiri tidak menginginkan budaya Arab yang menjadi budaya dominan di Minangkabau justru Hukum Islam dalam lingkup universalah yang mereka inginkan. Namun begitu sikap saling mencurigai antara kedua kubu membawa saling mencurigai.

Kaum adat sebenarnya berisi pihak Kerajaan dan para pengikut setianya. Sedangkan Kaum Paderi adalah orang-orang yang menerima ajaran Islam dan ingin lepas dari budaya lama mereka. Hal ini jelas saja membawa kedua pihak kepada konflik bersenjata. Pihak Kerajaan Pagaruyung menghadapi rakyatnya sendiri yang mulai patuh kepada Hukum Islam. Pada awal mula jalannya pertempuran telah terlihat pihak Kerajaan Pagaruyung mengalami kesulitan dalam menghapi rakyatnya sendiri. Akhirnya karena takut akan kehancuran kerajaan Pagaruyung, Raja bersepakat dengan para bangsawannya meminta bantuan pihak Kerajaan Belanda untuk menggempur pasukan Paderi.

Perjanjian antara Kaum Adat dan Belanda terjadi pada tanggal 21 Februari 1821, dan konflik bersenjata pun semakin meluas. Untuk menyambut tantantang pihak Belanda ini pasukan Paderi mempersiapkan tentaranya di Bonjol dengan membangun benteng sebagai pusat suplai logistik dan pusat pembuatan senapan. Benteng ini dipimpin oleh Muhammad Syabab yang kemudian lebih dikenal dengan nama Tuanku Imam Bonjol.

Dengan pengalaman militer yang ia dapatkan selama di Semenanjung Arab, Tuanku Imam Bonjol dapat mempertahankan daerah kekuasaanya dari gempuran Belanda. Hal ini membuat pihak Belanda akhirnya menawarkan perdamaian kepada Kaum Paderi. Perjanjian damai antara Kaum Paderi dan Pasukan Belanda terjadi pada tanggal 22 Januari 1824. Walaupun sudah disepakati untuk tidak saling menyerang, ternyata terjadi insiden saling serang antara pasukan Paderi dan Pasukan Belanda dibeberapa kawasan. Hingga hal ini akhirnya membawa Kaum Paderi dan Belanda sekali lagi harus melangsungkan perjanjian perdamaian pada tanggal 15 September 1825.

Pada saat itu Belanda memang dalam posisi tidak menguntungkan untuk melangsungkan perang di kawasan ranah Minang karena mereka harus terlibat konflik besar yaitu Perang Jawa atau dikenal sekarang sebagai Perang Diponegoro.

Setelah Perang di Jawa berakhir Belanda kembali menyerang Ranah Minang, namun tetap menemui kegagalan, hal ini membawa pihak Belanda dan Kaum Paderi untuk kemudian mengadakan persetujuan yang disebut Plakat Panjang. Yang intinya berisi tentang pengakuan pihak Belanda yang tidak akan ikut campur urusan politik di Kerajaan Pagaruyung, namun karena pihak Belanda selalu melanggar perjanjian sebelum-sebelumnya akhirnya pihak Paderi tidak mempercayainya lagi. Sehingga konflik antara Kaum Paderi dan Pasukan Belanda kembali meluas.


Kecurigaan masyarakat Paderi terbukti saat Belanda secara diam-diam menyusun kekuatan untuk menyerang Bonjol seminggu setelah adanya perundingan damai yang kesekian kali antara Kaum Paderi dan Belanda. Alhasil Belanda berhasil menduduki Benteng Bonjol pada tanggal 16 Agustus 1937. Tuanku Imam Bonjol sendiri dijebak oleh pihak Belanda dan kemudian ditangkap pada tanggal 28 Oktober 1837. Tuanku Imam Bonjol diasingkan ke secara berpindah-pindah dari Cianjur, Ambon kemudian di Manado. Di Manado inilah Tuanku Imam Bonjol menghembuskan nafas terakhirnya.

Secara militer Pihak Belanda memang berhasil memenangkan Perang Paderi namun secara Politik kaum Paderi lah yang memenangkan perang. Ini terbukti dengan penyerapan Hukum Islam kedalam adat istiadat Pagaruyung yang dikenal dengan pepatah “Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah” yang bermaksud adat budaya Miangkabau berdasarkan dari Agama Islam, dan penerapan Agama Islam di Minangkabau bersumber dari Al Qur’an. Hal ini dipertegas dengan adat Minangkabau yang menyatakan bahwa seorang yang keluar dari Agama Islam atau murtad itu berarti orang itu keluar dari masyarakat Minangkabau, atau sederhanya seorang yang latar belakangnya berbudaya Minangkabau tidak akan diakui sebagai orang Minang jika ia keluar dari Agama Islam.

Hal ini disebabkan karena walaupun pada awal jalannya Perang antara kaum Paderi dan Belanda, pihak Kerajaan mendukung pasukan Belanda, tetapi pada akhirnya kaum Adat ataupun pihak Kerajaan bergabung dengan pasukan Paderi untuk melawan Belanda. Namun sesal memang datang belakangan, walaupun kaum Pader dan Kaum Adat telah bersatu tetap saja pasukan Belanda mampu memenangi perang. Karena pasukan Belanda selain didukung dengan persenjataan yang lebih modern juga banyak menggunakan legiun asing dalam ketentaraannya, legiun asing ini berasal dari berbagai macam daerah di Nusantara. Pasukan yang dikenal sebagai KNIL inilah yang telah menghancur leburkan satu persatu kekuatan Kerajaan berdaulat di bumi Nusantara, termasuk di tanah Minangkabau.

Pada perang Paderi kita kita melihat suatu fakta bahwa perlunya kekompakan atau administrasi yang baik serta pendidikan militer yang mumpuni untuk melangsungkan perang terbuka yang diikuti oleh ribuan tentara. Belanda yang dalam hal ini lebih terstruktur dan lebih leluasa tentulah diuntungkan dalam segala hal.


Demikianlah sejarah singkat perang paderi yang menjadi memory tersendiri bagi kita semua tentang kepahlawanan masyrakat Minangkabau menentang penjajahan di Bumi Pertiwi. Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar