Sejarah Bahasa Melayu Sebagai Lingua Franca Bagi Indonesia dan Malaysia - Nutritionisthits

Nutritionisthits Situs Berisi Artikel Umum Terbaik

Home Top Ad

Iklan Adsense Disini Ya

Post Top Ad

Your Ad Spot

2/13/2017

Sejarah Bahasa Melayu Sebagai Lingua Franca Bagi Indonesia dan Malaysia


Sejarah Bahasa Melayu Sebagai Lingua Franca Bagi Indonesia dan Malaysia

Bahasa Indonesia adalah sebuah bahasa yang berasal dari bahasa Melayu. Dengan kata lain bahasa Indonesia tersebut diadopsi dari bahasa Melayu. 

Bahasa Indonesia secara lebih terperinci berasal dari bahasa Melayu Kepualauan Riau. Dimana bahasa Melayu Kepulauan Riau adalah merupakan salah satu logat bahasa Melayu yang telah berakar sejak lama.

Sederhananya bahasa Melayu yang kini digunakan di Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam dan Singapura merupakan bahasa yang berasal dari logat bahasa yang ada di Kerajaan Melayu yaitu Johor-Riau. Walaupun pada kenyataannya Kerajaan Johor-Riau menggunakan aksen “e” dalam percakapan sehari-hari mereka namun pada acara formal Kerajaan Melayu Johor-Riau mereka telah menggunakan bahasa dengan aksen “a” dibelakang kata untuk huruf vokal.

Misalnya dalam bahasa sehari-hari, masyarakat di Kerajaan Johor-Riau menyebut istilah where dengan “mane” atau “dimane” tetapi pada saat acara formal mereka menggunakan aksen “a” dengan menyebutnya menjadi “mana” atau “dimana”.

 
Pada perkembangannya dikemudian hari, bahasa dengan aksen “a” ini tersebar di kawasan diluar kekuasaan Johor-Riau dan digunakan sebagai bahasa perdagangan lalu disesuaikan dengan unsur logat yang terdapat pada daerah masing-masing. Sedangkan beberapa kawasan yang masih berdekatan dengan kawasan Kerajaan Johor-Riau lebih banyak yang menggunakan aksen “o”.

Bahasa dengan aksen “a” ini lebih banyak tersebar dikawasan yang kini (sejak tahun 1945) menjadi negara 
Indonesia dan resmi menjadi bahasa Indonesia. Sedangkan di Malaysia dan Singapura mayoritas masyarakat mereka menggunakan aksen “e” baik itu dikegiatan sehari-hari maupun formal, begitu juga di Brunei Darussalam. Sehingga dikemudian hari menjadi identik bahwa bahasa Melayu dengan aksen “a” merupakan bahasa Indonesia, bahkan ada pihak yang menyebutnya berdiri sendiri walaupun berasal dari bahasa Melayu. Namun tak dapat dipungkiri bahwa bahasa Indonesia tetaplah sebagai salah satu cabang bahasa dari bahasa Melayu.

Menurut Prof Dr. Slametmulyana faktor penyebab digunakannya bahasa Melayu sebagai bahasa pengantar bari kawasan Nusantara sebagai berikut :

    1.       Sejarah telah membant penyebaran bahasa Melaytu. Bahasa Melayu merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubugan atau bahasa perdagangan. Dengan bantuan para pedagang, bahasa Melayu disebarkan ke seluruh pantai Nusantara terutama di kota-kota pelabuhan. Bahasa Melayu menjadi bahasa penghubung antar individu.
 
     2.       Bahasa Melaytu mempunyai sistem sederhana, mudah dipelajari. Tak dikenal tingkatan bahasa seperti dalam bahasa Jawa atau bahasa Bali, atau perbedaan pemakaian bahasa kasar dan halus seperti dalam bahasa Sunda dan bahasa Jawa.

     3.       Faktor psikologis, yaitu suku bangsa Jawa dan Sunda telah dengan sukarela meneriman bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional, semata-mata didasarkan pada keinsafan akan manfaatnya ada keihklasan mengabaikan semangat dan rasa kesukuan karena sadar akan perlunya kesatuan dan persatuan.

     4.       Kesanggupan bahasa itu sendiri juga menjadi salah satu faktor penentu. Jika bahasa itu tidak mempunyai kesanggupan untuk dapat dipakai menjadi bahasa kebudayaan dalam arti yang luas, tentulah bahasa itu tidak akan dapat berkembang menjadi bahasa yagn sempurna. Pada kenyataanya dapat dibuktikan bahwa bahasa Indonesia adalah bahasa yang dapat dipakai untuk merumuskan pendapat secara tepat dan mengutarakanan perasaan secara jelas.

Sebagai bahan perenungan bahwa bahasa Melayu yang terdapat di Indonesia yang menggunakan logat “a” dibelakang kalimat vokal misalnya terdapat di kawasan Indonesia Timur dan sebagian pulau Kalimantan, sedangkan di pulau Jawa terdapat suku Betawi yang menggunakan aksen “E”, di Kepulauan Riau, sebagian Kalimantan Barat, sebagian Pulau Belitung, Sebagian Riau, sebagian Sumatera Utara, sebagian Jambi menggunakan bahasa Melayu dengan aksen “e”. Sedangkan di sebagian Sumatera Utara, sebagian Jambi, sebagian Sumatera Selatan, Bengkulu, Sumatera Barat, Pulau Bangka dan sebagian Riau menggunakan bahasa Melayu dengan aksen “o”.

Hal ini memperlihatkan bahwa bahasa Melayu terdiri atas berbagai macam logat bahasa dan aksen. Diantara berbagai macam logat bahasa dan aksen tersebut terdapat satu “bahasa Melayu Tinggi” yang kemudian digunakan sebagai bahasa pemersatu di Indonesia dan sebagai bahasa “Seni” di Malaysia dan Singapura yaitu bahasa Melayu dengan aksen “a”.

Jadi jangan heran meskipun mayoritas masyarakat Malaysia berbicara dengan menggunakan aksen “e” namun pada saat menulis lagu mereka masih menggunakan aksen “a”. Jadi perlu diketahui bersama bahwa yang mereka gunakan itu bukan merupakan bahasa Indonesia, tetapi adalah lebih bijak jika kita menyebutnya dengan bahasa Melayu dengan aksen “a” yang kini identik sebagai bahasa pemersatu di Indonesia.

Sebagai informasi sebenarnya terdapat juga aksen “a” di Malaysia, padahal mereka murni merupakan masyarakat Melayu yang telah sejah ratusan tahun menetap di Semenanjung. Seperti di Pulau Pinang, Kedah, Sabah dan Serawak yang menggunakan aksen “a” sedangkan mayoritas kawasan di selatan Malaysia seperti di Johor, Selangor, Pahang, Kuala Lumpur mayoritasnya menggunakan aksen “e” sebagai bahasa sehari-hari.  Dan aksen “o” pula terdapat di Negeri Sembilan yang identik mirip dengan bahasa suku Ocu (Riau) ataupun suku Minangkabau di Sumatera Barat, karena sejarahnya masyarakat Negeri Sembilan memang merupakan masyarakat yang datang dari kawasan tersebut.

Bahasa Melayu mengakar jauh dari perjalan sejarah Kerajaan Moloyu, Kerajaan Sriwijaya hingga Kerajaan Melaka. Dan penggunaan bahasa Melayu secara lebih menyebar dan lebih kukuh memang digunakan pada era Kejaan Kerajaan Melaka diantara abad 12 Masehi hingga awal abad 16 Masehi dan kemudian diteruskan pada era Kerajaan Johor-Riau.

Karena kawasan Melaka dan Johor-Riau merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang sangat ramai pada masanya maka bahasa Melayu memainkan peranan sebagai bahasa pemersatu dari berbagai macam suku yang terdapat di bumi Nusantara sebagai pembeda mereka dengan orang-orang dari Siam (Thailand), China ataupun India dan Arab. Sehingga setiap pedagang setidaknya mampu berkomunikasi dengan bahasa Melayu.

Penyebaran bahasa Melayu secara tidak langsung juga terjadi saat para peniaga dari negeri Arab yang juga datang untuk menyebarkan ajaran Agama Islam. Kawasan pertama yang mereka temui adalah kawasan berbahasa Melayu dan dengan mempelajari bahasa Melayu itulah kemudian hari mereka menyebar keseluruh pelosok Nusantara untuk mengajarkan tentang ilmu Islam dan sekaligus membawa bahasa Melayu.

Pada masa kejayaan Kerajaan seperti Moloyu dan Sriwijaya, bahasa Sanskerta yang dianggap bahasa sakral bagi penduduk perlahan-lahan telah menjelma menjadi bahasa Melayu. Mungkin dikarenakan persaingan antara Kerajaan Cola dan Kerajaan Sriwijaya dikemudian hari, bahasa Sriwijaya menjelma perlahan menjadi bahasa Melayu dan meninggalkan perlahan-lahan bahasa lama mereka yaitu bahasa Sanskerta. Namun penelitian lebih lanjut memang harus terus dikaji terkait masalah ini.

Bahasa Melayu aksen “a” dan “e” pada dasarnya tidak serta merta menggeser bahasa asli suatu daerah, namun bahasa Melayu terutama aksen “a” di Indonesia digunakan hanya sebagai bahasa pemersatu tanpa menepikan bahasa asli daerah masing-masing. Hal ini juga berlaku di Malaysia, dimana setiap daerah memiliki logat masing-masing namun bahasa pemersatu mereka adalah bahasa Melayu dengan aksen “e” namun tidak menepikan aksen “a” disaat bersamaan.

Kini memang tak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar penduduk di Indonesia dengan serta merta menganggap bahwa bahasa Melayu aksen “a” tidak boleh tidak merupakan bahasa yang berasal dari Indonesia. Padahal jika kita lebih bijak dan teliti, kita melihat bahwa bahasa Melayu aksen “a” telah tersebar jauh sebelum para penjajah datang memisahkan kawasan Nusantara yang terdiri atas Indonesia, Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam dan Filipina Selatan.

Menulis tentang sejarah bahasa Melayu sebagai lingua franca bagi Indonesia dan Malaysia ini membuat saya menggunakan imajinasi tingkat tinggi, kenapa bahasa Melayu bisa dengan mudah tersebar di seluruh pelosok Nusantara. 

Mungkin suatu ketika dahulu sebelum berdirinya kerajaan Moloyu dan Sriwijaya, pernah terdapat sebuah Kerajaan yang berasal dari Nusantara ini dan menguasai kawasan diluar daerah Nusantara sendiri, kita pernah berkuasa di India Selatan, kita pernah berkuasa di Taiwan, Vietnam, Myanmar dan Thailand. Namun akhirnya kekuasaan kita harus pudar dan justru kemudian hari kita yang dirongrong kekuasaan Kerajaan Cola (India). Hingga akhirnya dikemudian hari ketika datang para peniaga yang membawa kembali bahasa Melayu untuk menggeser penggunaan bahasa Sanskerta di kawasan yang dulu merupakan satu Kerajaan itu, kita dengan serta merta menerima bahasa tersebut karena bahasa Melayu itu merupakan bahasa pemersatu kita jauh sebelum berdirinya Sriwijaya dan tentu saja jauh sebelum datangnya bangsa penjajah ke negeri kita.

Bahasa Melayu bahkan terdapat juga di Madagaskar ini yang membuat saya berfikir bahwa nenek moyang kita dahulu merupakan orang-orang hebat yang menaklukkan banyak Kerajaan lain. Penggunaan bahasa Melayu di Indonesia, Malaysia, Singapura dan Brunei Darussalam pada hari ini tak lain dan tak bukan hanyalah sebagai urutan pengembalian kejayaan bangsa Nusantara seperti sedia kala pada saat kita pernah merentas laut luas hingga ke Madagaskar (selatan Afrika).
 

Coba bayangkan kembali pulau-pulau kecil yang kini disebut Mikronesia hingga Selandia Baru itu. Hampir semua suku disana mengenal setidaknya istilah “padi”, “bambu” atau “batu” dengan arti yang sama seperti yang kita fahami di Indonesia, Malaysia, Brunei Darussalam dan Singapura. Dengan demikain dengan semangat persatuan meretas batas keempat negara tersebut saya mengasumsikan bahwa istilah “Nenek Moyang Kita Adalah Pelaut” bukan isapan jempol belaka. Masyarakat Nusantara memang berasal dari percampuran berbagai macam suku bangsa di dunia, namun kemudian perpaduan itu membentuk suatu kesatuan yang kuat pada masa lalu hingga kemudian justru kitalah yang mempengaruhi budaya di kawasan sekitar kita. Kini kita (Singapura, Indonesia, Malaysia dan Brunei Darussalam) secara perlahan namun pasti telah kembali bangkit. Mari saling menghargai diantara kita, saling menghormati bahwa kita berasal dari akar yang sama dan suatu saat nanti masing-masing kita akan kembali menunjukkan pada dunia bahwa Nusantara bukan saja sebagai kawasan penghasil rempah-rempah namun juga merupakan bangsa yang disegani dan ditakuti negara di kawasan lain.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar